BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses tingkah laku
ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi dan situasi (atau
rangsang) yang terjadi. Belajar melibatkan berbagai unsur yang ada di
dalamnya, berupa kondisi fisik dan psikis orang yang belajar. Kedua
kondisi tersebut akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajarnya
Kiranya masih banyak unsur lain yang dapat disebutkan yang dapat
berpengaruh terhadap hasil belajar, antara lain suasana lingkungan saat
belajar tersedianya media pendidikan dan sebagainya. Oleh karena itu,
unsur-unsur tersebut perlu mendapatkan perhatian guna menunjang
tercapainya tujuan belajar sesuai dengan yang diharapkan ( Sarwono,
1975: 57).
Untuk menunjang keberhasilan belajar, maka hendaknya tersedia media
ppembelajaran. Sebab, dengan tersedianya media pendidikan siswa
dimungkinkan akan lebih berpikir secara konkret dan hal ini berarti
dapat mengurangi verbalisme pada diri siswa. Apalagi seiring dengan
perkembangan jaman yang makin modern dan serba canggih. Hal demikian
mengakibatkan siswa termasuk guru dapat memilih atau menggunakan media
pendidikan dalam proses belajar .
Dalam proses belajar-mengajar kehadiran media mempunyai arti yang
cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang
disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara.
Sekolah merupakan pendidikan yang berlangsung secara formal artinya
terikat oleh peraturan-peraturan tertentu yang harus diketahui
dan dilaksanakan. Di sekolah, murid atau anak tidak lagi diajarkan oleh
orang tua, akan tetapi gurulah sebagai pengganti orang tua.
Salah satu bidang studi yang diajarkan di MTs dan MA adalah fiqih.
Fiqih secara umum merupakan salah satu bidang studi Islam yang
banyak membahas tentang hukum yang mengatur pola hubungan
manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan manusia, dan manusia
dengan lingkungannya. Melalui bidang studi fiqih ini diharapkan
siswa tidak lepas dari jangkauan norma-norma agama dan menjalankan
aturan syariat Islam.
Proses belajar-mengajar akan berjalan dengan baik kalau metode
yang digunakan betul-betul tepat, karena antara pendidikan dengan
metode saling berkaitan. Menurut Zakiah Daradjat, pendidikan
adalah usaha atau tindakan untuk membentuk manusia. Disini guru
sangat berperan dalam membimbing anak didik ke arah terbentuknya pribadi
yang diinginkan.
- B. Rumusan Masalah
- Bagaimana ruang lingkup mata pelajaran fiqih di MTS dan MA?
- Bagaimana metode pembelajan fiqih di MTS dan MA?
- C. Tujuan
- Mengetahui ruang lingkup mata pelajaran fiqih di MTS dan MA
- Mengetahui metode pembelajan fiqih di MTS dan MA
BAB II
PEMBAHASAN
- A. Pengertian Fiqih
Fiqih dalam arti tekstual dapat diartikan pemahaman dan perilaku yang diambil dari agama.[1] Kajian dalam fiqih meliputi masalah Ubudiyah (persoalan-persoalan ibadah), ahwal al-sakhsiyah (keluarga), mu’amalah (masyarakat) dan, siyasah (negara).
Senada dengan pengertian di atas, Sumanto al-Qurtuby melihat fiqih
merupakan kajian ilmu Islam yang digunakan untuk mengambil tindakan
hukum terhadap sebuah kasus tertentu dengan mengacu pada ketentuan yang
terdapat dalam syariat Islam yang ada.[2] Dalam perkembangan selanjutnya fiqih mampu menginterpretasikan teks-teks agama secara kontekstual.
Dalam pengertian fiqih tersebut, maka dalam konteks pembelajaran
fiqih di sekolah adalah salah satu bagian pelajaran pokok yang termasuk
dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diberikan pada
siswa-siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau Madrasah Aliyah (MA).
B. Pembelajaran Fiqih di MA dan MTs
Mata pelajaran fiqih dalam kurikulum MTs adalah salah satu bagian
mata pelajaran PAI yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik
mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan hukum Islam, yang
kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (Way of Life) melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan.
Mata Pelajaran Fiqh di Madrasah Aliyah adalah salah satu mata
pelajaran yang Pendidikan Agama Islam yang merupakan peningkatan dari
fikih yang telah dipelajari oleh peserta didik di Madrasah Tsanawiyah
atau SMP. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajarai,
memperdalam serta memperkaya kajian fikih yang baik menyangkut aspek
iadah maupun muamalah yang dilandasi oleh kaidah-kaidah fiqih maupun
ushul fiqh. [3]
C. Tujuan Bidang Studi Fiqih
Fiqih di MTs bertujuan untuk membekali peserta didik agar
dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum islam secara
terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli.
Pengetahuan dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup
dalam kehidupan pribadi dan sosial. Pembelajaran fiqih diarahkan untuk
mengantarkan peserta didik dapat memahami pokok-pokok hukum islam dan
tata cara pelaksanaanya untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehingga
menjadi muslim yang selalu taat menjalankan syariat islam secara kaffah (sempurna)[4]
Mata pelajaran Fiqih di Madarasah Aliyah berfungsi untuk: (a)
Penanaman nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik kepada Allah
Swt. sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat;
(b) Penanaman kebiasaan melaksanakan hukum Islam di kalangan peserta
didik dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Madrasah dan masyarakat; (c) Pembentukan kedisiplinan dan
rasa tanggung jawab sosial di madrasah dan masyarakat; (d) Pengembangan
keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. serta akhlak mulia peserta
didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam
lingkungan keluarga; (e) Pembangunan mental peserta didik terhadap
lingkungan fisik dan sosial melalui Fiqih Islam; (f) Perbaikan
kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan
dan pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-hari; (g) Pembekalan bagi
peserta didik untuk mendalami Fiqih/hukum Islam pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
D. Ruang Lingkup Materi Bidang Studi Fiqih di MTs
Ruang lingkup fiqih di MTs dalam kurikulum berbasis kompetensi berisi pokok-pokok materi:
- Hubungan manusia dengan Allah SWT.
Hubungan manusia dengan Allah SWT., meliputi materi: Thaharah,
Shalat, Zakat, Haji, Aqiqah, Shadaqah, Infak, Hadiah dan Wakaf.
- Hubungan manusia dengan sesama manusia.
Bidang ini meliputi Muamalah, Munakahat, Penyelenggaraan Jenazah
dan Taíziyah, Warisan, Jinayat, Hubbul Wathan dan Kependudukan.
- Hubungan manusia dengan alam (selain manusia) dan lingkungan.
Bidang ini mencakup materi, Memelihara kelestarian alam dan
lingkungan, Dampak kerusakan lingkungan alam terhadap kehidupan,
Makanan dan minuman yang dihalalkan dan diharamkan, Binatang
sembelihan dan ketentuannya.[5]
Ruang lingkup mta pelajaran fiqih di Madrasah Aliyah meliputi: Kajian
tentang prinsip-peinsip ibadah dan syariat dalam Islam, hukum Islam dan
perundang-undangan tentang zakat dan haji, hikmah dan cara
pengelolanya, hikmah qurban dan aqiqah, pengurusan janazah, tentang
wakalah dan ketentuan siyasah syar’iyah, hukum taklifi, dasar-dasar
istinbath , kaidah-kaidah ushul fiqh dan penerapannya.[6]
D. MATERI FIQIH MTS DAN MA
MTS
|
MA
|
Bersuci
|
Prinsip Ibadah
|
Shalat & Sujud Sahwi
|
Zakat
|
Azan iqomah
|
Haji
|
Zikir dan doa
|
Kurban dan Aqiqah
|
Sholat sunnah
|
Pengurusan janazah
|
Puasa
|
Konsep Ekonomi Islam
|
Zakat
|
Pelepasan dan perubahan harta
|
Haji dan Umroh
|
Wakalah dan suluh
|
Makanan dan minuan yan haram dan halal
|
Kafalah
|
Muamalah
|
Riba, bank dan asuransi
|
E. Metode-metode dalam Pembelajaran Fiqih
1. Metode diskusi
a. Pengertian Metode Diskusi
Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk
mengambil kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan berdebat. Diskusi
selalu diarahkan kepada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai
macam pendapat dan akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterima
oleh anggota dalam kelompok.[7]
Zuhairini, Memberikan pengertian tentang metode diskusi secara umum
sebagai salah satu metoide interaksi edukatif diartikan sebagai metode
didalam mempelajari bahan atau penyampaian bahan pelajaran dengan jalan
mendiskusikannya sehingga menimbulkan pengertian, pemahaman, serta
perubahan tingkah laku murid seperti yang telah dirumuskan dalam tujuan
instruksionalnya.[8]
Dalam dunia pendidikan metode diskusi ini mendapat perhatian karena
dengan diskusi akan merangsang anak-anak untuk berfikir atau
mengeluarkan pendapatnya sendiri. Oleh karena itu metode diskusi
bukanlah hanya percakapan atau debat biasa saja, tapi diskusi timbul
karena ada masalah yang memerlukan jawaban atau pendapat yang
bermacam-macam.
b. Macam-Macam Metode Diskusi
1) Diskusi Informal
Diskusi ini terdiri dari satu diskusi yang peserta diskusi terdiri
dari murid-murid yang jumlahnya sedikit. Peraturan-peraturannya agak
longgar. Dalam diskusi informal ini hanya satu orang yang menjadi
pemimpin, tidak perlu ada pembantu-pembantu, sedangkan yang lain-lainnya
hanya sebagai anggota diskusi.
2) Diskusi Formal
Diskusi ini berlangsung dalam suatu diskusi yang serba diatur dari
pimpinan sampai kepada anggota kelompok. Diskusi dipimpin oleh seorang
guru atau seorang murid yang dianggap cakap.
Diskusi yang diatur seperti diatas mempunyai kelemahan dan kelebihan diantaranya :
Kebaikan/ kelebihan
a) Adanya partisipasi murid yang terarah terhadap pelajaran tersebut
b) Murid harus berfikir secara kritis, tidak sembarangan bicara.
c) Murid dapat meningkatkan keberanian
Kelemahan/kekurangan
a) Banyak waktu yang terbuang
b) Diskusi kebanyakan berlangsung diantara murid yang pandai-pandai saja.
3) Whole Group
Kelas merupakan satu kelompok diskusi. Whole group yang ideal apabila jumlah anggota tidak lebih dari 15 orang
4) Buzz Group
Satu kelompok besar dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri
dari 4-5 orang .tempat diatur agar siswa dapat berhadapan muka dan
bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi diadakan ditengah atau diahir
pelajaran dengan maksud menajamkan karangka bahan pelajaran, memperjelas
bahan pelajaran atau menjawab pertanyaan-pertanyaan.
5) Sundicate Group
Suatu kelompok (kelas) dibagi mejadi beberapa kelompok kecil terdiri
dari 3-6 orang. Masing-masing kelompok kecil melaksanakan tugas
tertentu. Guru menjelaskan garis besarnya problema kepada kelas, ia
menggambarkan aspek-aspek masalah, kemudian tiap-tiap kelompok
(sydicate) diberi tugas untuk mempelajari suatu aspek tertentu. Guru
menyediakan referensi atau sumber-sumber informasi lain.
6) Rain Storming Group
Dalam diskusi ini setiap kelompok harus menyumbangkan ide-ide baru
tanpa dinilai segera. Setiap anggota kelompok mengeluarkan pendapatnya.
Hasi belajar yang diharapkan agar anggota kelompok belajar menghargai
pendapat orang lain, menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri dalam
mengembangkan ide-ide yang ditemukannya yang dianggap benar.
7) Fish Bowl
Diskusi ini dipimpin oleh satu orang yang mengetahui sebuah diskusi
dan tujuan diskusi ini adalah untuk mengambil suatu kesimpulan. Dalam
diskusi ini tempat duduk diatur setengah lingkaran dengan dua atau tiga
kursi kosong menghadap ke peserta diskusi. Kelompok pendengar duduk
mengelilingi kelompok diskusi, seolah-olah melihat ikan yang berada
dalam mangkok (fish bowl).[9]
2. Metode Tanya Jawab
a. Pengertian Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah salah satu tehnik mengajar yang dapat
membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Ini
disababkan karena guru dapat memperoleh gambaran sejauh mana murid dapat
mengertikan dan mengungkapkan apa yang telah di ceramahkan.
Metode tanya jawab ialah cara penyampaian pelajaran dengan jalan guru
mengajukan pertanyaan dan murid memberikan jawaban, atau sebaliknya
murid yang mengajukan pertanyaan dan guru yang memberikan jawaban.[10]
Metode tanya jawab juga dapat diartikan sebagai suatu metode di dalam
pendidikan dan pengajaran di mana guru bertanya sedangkan murid
menjawab tentang bahan materi yang diperolehnya.[11]
Metode tanya jawab dapat digunakan oleh guru untuk menetapkan
perkiraan secara umum apakah anak didik yang mendapat giliran pertanyaan
sudah memahami bahan pelajaran yang diberikan. Metode tanya jawab juga
diartikan sebagai metode mengajar dimana seorang guru mengajukan
beberapa pertanyaan kepada beberapa murid tentang pelajaran yang telah
diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses
berfikir diantara murid-murid.[12]
Metode tanya jawab baik digunakan jika:
1) Untuk meyimpulkan metode yang lalu. Setelah guru menguraikan suatu persoalan, kemudian guru mengajukan beberapa pertanyaan.
2) Untuk melanjutkan pelajaran yang sudah lalu. Dengan mengulang
pelajaran yang sudah diberikan dalam bentuk pertanyaan, guru akan dapat
menarik perhatian murid-murid kepada pelajaran baru.
3) Untuk menarik perhatian murid untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman.
4) Untuk meneliti kemampuan murid dalam memahami bacaan yang dibacanya atau ceramah yang sudah didengarnya.
Metode tanya jawab tidak baik digunakan jika:
1) Untuk melihat taraf kemampuan murid mengenai pelajaran mereka.
2) Pertanyaan yang digunakan hanya terbatas pada jawaban “ya” atau
“tidak” saja. Tetapi hendaknya jawaban dapat mendorong pemikiran murid
untuk memikirkan jawaban yang tepat.
3) Memberikan giliran pada murid-murid tertentu saja, tetapi
hendaknya pertanyaaan diajukan kepada seluruh siswa, begitu juga dalam
menjawabnya seluruh murid harus diberi kesempatan, jangan hanya yang
pandai-pandai saja. Bahkan murid yang pendiam dan pemalulah yang lebih
didorong untuk menjawabnya supaya ia dapat membiasakan diri.[13]
b. Macam-Macam Metode Tanya Jawab
1) Jenis-Jenis Pertanyaan Menurut Maksudnya
a) Pertanyaan Permintan (Compliance Question)
Pertanyaan yang mengharapkan agar orang lain mematuhi perintah yang diucapkan dalam bentuk pertanyaan.
Contoh:
Dapatkah anda tenang agar suara saya dapat didengar oleh seluruh kelas?
b) Pertanyaan Retorik (Rhetorical Question)
Pertanyaan yang tidak menghendaki jawaban, melainkan akan dijawab
sendiri oleh guru karena merupakan tehnik penyampaian informasi kepada
siswa.
Contoh:
Guru: ”ada yang tahu apa pengertian zakat secara istilah? Zakat adalah…..”
c) Pertanyaan Mengarahkan atau Menuntun (Prompting Question)
Pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah kepada siswa dalam proses berfikir.
Contoh:
Guru : ”Minggu yang lalu kita telah membicarakan macam-macam najis.
Coba, halim, manakah yang lebih tinggi derajat najis-nya, mugholadoh
atau mutawasitoh?”
d) Pertanyaan Menggali (Probing Question)
Pertanyaan lanjutan yang akan mendorong siswa untuk lebih mendalami jawaban terhadap pertanyaan sebelumnya.
Contoh:
Guru: ”Setelah kemarin kita bersama-sama mempelajari thoharoh, bagaimana pendapatmu tentang hikmah thoharoh tersebut, Amin?”
Amin : ”Sangat menarik, pak.”
Guru : Faktor apa yang menarik?” Dan selanjutnya.[14]
c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi dan Tanya Jawab
1) Kelebihan dan kekurangan metode diskusi
a) Kelebihan Metode Diskusi
(1) Suasana kelas menjadi bergairah, dimana para siswa mencurahkan
pikiran dan perhatian mereka terhadap masalah yang sedang dibicarakan.
(2) Dapat menjalin hubungan sosial antara individu siswa sehingga
menimbulkan rasa harga diri, toleransi, demokrasi, berfikir kritis dan
sistematis.
(3) Hasil diskusi dapat dipahami oleh para siswa karena mereka secara aktif mangikuti perdebatan yang berlangsung dalam diskusi.
(4) Adanya kesadaran para siswa dalam mengikuti dan mematuhi
aturan-aturan yang berlaku dalam diskusi merupakan refleksi kejiwaan dan
sikap mereka untuk berdisiplin dan menghargai pendapat orang lain.
(5) Kesimpulan-kesimpulan diskusi mudah dipahami anak karena anak
didik mengikuti proses berpikir sebelum sampai kepada kesimpulan
(6) Anak-anak belajar mematuhi peraturan-peraturan dan tata tertib
dalam suatu musyawarah sebagai latihan pada musyawarah yang sebenarnya.[15]
(7) Situasi dan suasana kelas lebih hidup sebab perhatian murid terpusat pada masalah atau bahan yang didiskusikan.
(8) Dapat meningkatkan prestasi kepribadian individu dan sosial anak
seperti: toleransi, demokrasi, berpikir kritis, sistematis, sabar, dan
berani mengemukakan pendapat.
(9) Kesimpulan hasil diskusi mudah dipahami anak karena anak mengikuti peraturan tata tertib sejak awal
(10) Murid terlatih mematuhi peraturan dan tata-tertib dalam suatu
diskusi atau musyawarah yang lebih besar forumnya dan yang sebenarnya. [16]
b) Kekurangan Metode Diskusi
a) Adanya sebagian siswa yang kurang berpartisipasi secara aktif
sehingga dalam diskusi dapat menimbulkan sikap acuh tak acuh dan tidak
ikut bertanggung jawab terhadap hasil diskusi.
b) Sulit meramalkan hasil yang ingin dicapai karena penggunaan waktu yang terlalu panjang.
c) Para siswa merasa kesulitan mengeluarkan ide-ide atau pendapat mereka secara ilmiah atau sistematis.
d) Kemungkinan ada anak yang tidak ikut aktif, sehingga bagi
anak-anak ini, diskusi merupakan kesempatan untuk melepaskan diri dari
tanggung jawab.[17]
2) Kelebihan dan kekurangan metode tanya jawab
a) Kelebihan Metode Tanya Jawab
(1) Memberi kesempatan kepada murid-murid untuk dapat menerima penjelasan lebih lanjut.
(2) Guru dapat dengan segera mengetahui kemajuan muridnya dari bahan yang telah diberikan.
(3) Pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan agak baik dari murid dapat
mendorong guru untuk memenuhi lebih mendalam dan mencari sumber-sumber
lebih lanjut.
(4) Kelas akan hidup karena anak didik aktif berpikir dan menyampaikan pikiran melalui berbicara.
(5) Baik sekali untuk melatih anak didik agar berani mengembangkan pendapatnya melalui lisan secara teratur.
(6) Timbulnya perbedaan pendapat diantara anak didik, atau guru dengan anak didik, akan membawa kelas kedalam suasana diskusi.
(7) Memberikan dorongan aktivitas dan kesungguhan murid, dalam arti
murid yang biasanya segan mencurahkan perhatian akan lebih berhati-hati
dan aktif mengikuti pelajaran.
(8) Walaupun prosesnya agak lambat namun guru dapat mengontrol
pemahaman atau pengertian murid terhadap masalah yang dibicarakan.
(9) Bila dibandingkan dengan metode ceramah yang menolong, metode tanya jawab dapat membangkitkan aktivitas murid.
b) Kekurangan Metode Tanya Jawab
(1) Pemakaian waktu lebih banyak jika dibandingkan dengan metode
ceramah. Jalan pelajaran lebih lambat dari metode ceramah, sehingga
kadang-kadang menyebabkan bahan pelajaran tidak dapat dilaksanakan
sesuai apa yang telah ditetapkan.
(2) Apabila Murid terlalu banyak tidak cukup waktu memberi giliran kepda setiap siswa.
(3) Apabila terjadi perbedaan pendapat akan memakan banyak waktu
untuk menyelesaikannya, dan lebih dari pada itu kadang-kadang murid
dapat menyalahkan pendapat guru.
(4) Kemungkinan akan terjadi penyimpangan perhatian anak didik,
terutama apabila terdapat jawaban-jawaban yang dapat menarik
perhatiannya, tetapi bukan sasaran yang
dituju.
(5) Dapat menghambat cara berpikir, apabila guru kurang pandai dalam penyajian materi pelajaran.
(6) Situasi persaingan akan timbul, apabila guru kurang menguasai teknik pemakaian metode ini.[18]
3. Pembelajaran Fiqih Dengan Penddekatan Kontekstual
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih
dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan
strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang
baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari
menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru
di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. CTL adalah
suatu proses pembelajaran berupa learner-centered and learning in
context. Konteks adalah sebuah keadaan yang mempengaruhi
kehidupan siswa dalam pembelajarannya. CTL adalah suatu proses
pembelajaran yang meliputi relating, experiencing, applying,
cooperating, dan transfering. Tujuan yang ingin dicapai adalah: (1)
meningkatkan hasil pembelajaran siswa, (2) unan materi pelajaran
yang praktis dan sesuai dengan kehidupan di Indonesia dan
konteks sekolah. Pembelajaran yang berbasis CTL berkaitan dengan
prinsip-prinsip inquiry, constructivism, learning community,
questioning, auhentic assessment, reflection, dan modelling.
Contektual Teaching and Learning sebagai sebuah model pembelajaran
jika dilihat dari aspek kegiatan yang terkandung didalamnya bukanlah
suatu barang baru. Namun demikian selama ini prinsip yang terkandung
dalam CTL itu rupanya “kurang” mendapat perhatian atau mungkin
terabaikan. Melalui CTL diharapkan suatu proses pembelajaran
mampu meminimalisir kelemahan-kelemahan yang selama ini terjadi
dalam aktivitas belajar-mengajar. Metode ini diharpkan agar dunia
pendidikan selalu berdealiktika dengan dengan keadaan zman.
Karena jika pendidikan tidak memiliki semangat yang demikian,
maka pendidikan justru akan menjadi alat untuk mencerabut
masyarakat dari kultur yang selama ini diwarisinya.[19]
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme
(Constructivism), bertanya Questioning), menemukan (Inquiri),
masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan
penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).
Konstruktivisme
a) Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru
berdasar pada pengetahuan awal
b) Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi”
bukan menerima pengetahuan
2. Inquiry
a) Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
b) Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. Questioning (Bertanya)
a) Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
b) Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
a) Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
b) Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri
c) Tukar pengalaman
d) Berbagi ide
5. Modeling (Pemodelan)
a) Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
b) Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. Reflection ( Refleksi)
a) Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
b) Mencatat apa yang telah dipelajari
c) Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (Penilaian yang Sebenarnya)
a) Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
b) Penilaian produk (kinerja)
c) Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual [20]
3. Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Adapun karakteristik dari sebuah pembelajaran yang menggunakan metode konteks adalah sebagai berikut,
a. Kerjasama
b. Saling menunjang
c. Menyenangkan, tidak membosankan
d. Belajar dengan bergairah
e. Pembelajaran terintegrasi
f. Menggunakan berbagai sumber
g. Siswa aktif
h. Sharing dengan teman
i. Siswa kritis guru kreatif
j. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
k. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil
karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain[21]
Pentingnya pendekatan pembelajaran CTL bagi mapel PAI didasarkan atas beberapa hal:
a. PAI merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari
ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam. Karena
itu PAI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam.
b. Dari segi muatan pendidikannya, PAI merupakan mata pelajaran
pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan
dengan mata pelajaran lain yang memiliki tujuan pembentukan moral
kepribadian peserta didik yang baik. Oleh sebab itu semua mata
pelajaran yang memiliki tujuan relevan dengan PAI harus seiring
dan sejalan dalam pendekatan pembelajarannya.
c. Tujuan diberikannya mata pelajaran PAI adalah terbentuknya
peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt,
berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan
yang cukup tentang Islam terutama sumber-sumber ajaran dan
sendi-sendi lainnya, sehingga dapat dijadikan bekal untuk
mempelajari berbagai bidang ilmu atau mata pelajaran tanpa
harus terbawa oleh pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan oleh
ilmu dan mata pelajaran tersebut.
d. Mata pelajaran PAI tidak hanya mengajarkan kepada peserta
didik agar menguasai ilmu keislaman tetapi juga harus memiliki
kemampuan untuk mengamalkan ajaran Islam dalam keseharian.
e. Prinsip dasar PAI didasarkan pada tiga kerangka dasar
yaitu akidah (penjabaran dari konsep iman), syariah (penjabaran
dari konsep Islam), akhlak (penjabaran dari konsep ihsan).
f. Dilihat dari aspek tujuan, PAI bersifat integratif, yaitu
menyangkut potensi intelektual (kognitif), potensi moral
kepribadian (afektif) dan potensi keterampilan mekanik
(psikomotorik). Oleh sebab itu pembelajaran PAI harus mampu
mengembangkan semua potensi secara pararel tanpa menafikan potensi
lain yang dimiliki oleh siswa. Karakteristik yang dimiliki mata
pelajaran PAI sangat kompleks, komprehensif dan memerlukan
pengetahuan lintas sektor. Oleh sebab itu pola pendekatan dan
strategi pembelajaran harus dilakukan secara dinamis dan inovatif
agar cita-cita atau tujuan PAI dengan cepat dapat dicapai.
Atas dasar pertimbangan di atas maka menerapkan pendekatan CTL dalam
pembelajaran mata pelajaran PAI menjadi sebuah keniscayaan.
Karena dengan pendekatan CTL akan lebih mempercepat proses
bimbingan dan pembinaan kualitas personel siswa baik aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik.
- Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi dalam belajar dan mengajar ialah metode yang
digunakan oleh seorang guru atau orang luar yang sengaja didatangkan
atau murid sekali pun untuk mempertunjukkan gerakan- gerakan suatu
proses dengan prosedur yang benar disertai keterangan- keterangan. Dalam
metode demonstrasi murid mengamati dengan teliti dan seksama serta
dengan penuh perhatian dan partisipasi.
Metode demonstrasi merupakan metode yang paling sederhana
dibandingkan dengan metode- metode mengajar yang lainnya. Metode
demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu peristiwa
atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar
dapat diketahui ada dipahami oleh peserta didik secara nyata atau
tiruannya. Metode ini adalah yang paling pertama digunakan oleh manusia
yaitu tatkala manusia purba menambah kayu untuk memperbesar nyala unggun
api, sementara anak- anak mereka memperhatikan dan menirunya.
Metode demonstrasi ini barang kali lebih sesuai untuk mengajarkan
bahan- bahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan- gerakan dalam wudhu
dan sholat yang diterapkan pada siswa tunagrahita. Dengan metode
demostrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati
segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil
kesimpulan- kesimpulan yang diharapkan. Dalam demonstrasi diharapkan
setiap langkah pembelajaran dari hal- hal yang didemonstrasikan itu
dapat dilihat dengan mudah oleh murid dan melalui prosedur yang benar
dan dapat pula dimengerti materi yang diajarkan.
F. Materi Pelajaran Fiqih dan Penggunaan Metode Pembelajaran Yang Tepat
1. Bab Haid
Metode :
- ceramah,
pertama-tama guru memberikan ceramah agar siswa memahami materi tentang haid
- tanya jawab,
siswa dan guru melakukan tanya jawab tentang haid
- problem solving
guru memberikan permasalahan yang kemudian dicoba untuk diselesaikan oleh siswa
2. Bab Sholat
Metode :
- ceramah,
pertama-tama guru memberikan ceramah agar siswa memahami materi tentang sholat
- diskusi,
siswa berdiskusi tentang materi sholat
- demonstrasi
- Bab Zakat
- Ceramah
- Bab Zakat
pertama-tama guru memberikan ceramah agar siswa memahami materi tentang zakat
- Diskusi
siswa berdiskusi tentang materi zakat
- Problem solving
- Bab Haji
- Ceramah
pertama-tama guru memberikan ceramah agar siswa memahami materi tentang haji
- Tanya jawab
siswa dan guru melakukan tanya jawab tentang haji
- Demonstrasi
BAB III
PENUTUP
- A. Kesimpulan
Pada hakikatnta, semua metode itu baik asal sesuai dengan karakter
dan situasi yang ada. Dalam pembelajaran fiqh, metode demonstrasi dan
diskusi dirasa sesuai dengan karakteristik mata pelajaran tersebut.
Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk
mengambil kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan berdebat. Diskusi
selalu diarahkan kepada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai
macam pendapat dan akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterima
oleh anggota dalam kelompok
Metode demonstrasi dalam belajar dan mengajar ialah metode yang
digunakan oleh seorang guru atau orang luar yang sengaja didatangkan
atau murid sekali pun untuk mempertunjukkan gerakan- gerakan suatu
proses dengan prosedur yang benar disertai keterangan- keterangan. Dalam
metode demonstrasi murid mengamati dengan teliti dan seksama serta
dengan penuh perhatian dan partisipasi
DAFTAR PUSTAKA
M. Kholidul Adib, Fiqh Progresif: membangun Nalar Fiqih Bervisi Kemanusiaan, dalam Jurnal Justisia, Edisi 24 XI 2003
Sumanto al-Qurtuby, K.H MA. Sahal Mahfudh; Era baru Fiqih Indonesia, (Yogyakarta: Cermin, 1999)
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang
Standar Kompetensi Lulusan Dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam Dan
Bahasa Ara Di Madrasah.
Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran (Malang: UM PRESS, 2004),
Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986),
Sutrisno Hadi, Metode Pembelajaran (Yogyakarta: Andi Offset, 1993),
Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosisla-Paulo Freire dan YB. Mangunwijaya, Logung Pustaka, Jogjakarta, 2005
[1] M. Kholidul Adib, Fiqh Progresif: membangun Nalar Fiqih Bervisi Kemanusiaan, dalam Jurnal Justisia, Edisi 24 XI 2003, hlm. 4
[2] Sumanto al-Qurtuby, K.H MA. Sahal Mahfudh; Era baru Fiqih Indonesia, (Yogyakarta: Cermin, 1999) hlm. 134
[3]
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang
Standar Kompetensi Lulusan Dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam Dan
Bahasa Ara Di Madrasah. Hal 84
[4]ibid. Hal 51
[5] Ibid, hal 53
[6] Ibid, hal 89
[7] Abu Ahmadi, dkk, op.cit., hlm. 57
[8] Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran (Malang: UM PRESS, 2004), hlm.64
[9] Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986), hlm. 20-23
[10] Ibid., hlm. 63
[11] Abu Ahmadi, dkk., op.cit., hlm. 56
[12] Sutrisno Hadi, Metode Pembelajaran (Yogyakarta: Andi Offset, 1993), hlm. 192
[13] Zuhairini dkk., op. cit., hlm. 67
[14] Hasibuan dan Moedjiono, op.cit,. hlm. 15
[15] Abu Ahmadi, dkk., op.cit., hlm. 59
[16] Zuhairini, dkk. op. cit., hlm. 65
[17] Zuhairini, dkk. op.cit., hlm. 68
[18]Zuhairini, dkk. op. cit., hlm. 67
[19]
Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosisla-Paulo Freire dan
YB. Mangunwijaya, Logung Pustaka, Jogjakarta, 2005, hlm. Xii
[20] Nurhadi,dkk, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan
[21] Departeman Agama Republik Indonesia, Op.Cit, hlm. 655.
0 komentar:
Posting Komentar