A. Strategi Pengembangan Materi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah
1. Pentingnya Materi Pembelajaran SKI di Madrasah
Pengertian Sejarah kebudayaan Islam yang terdapat di dalam kurikulum Madrasah Aliyah adalah:
“Salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan
untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati
Sejarah Kebudayaan Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan”.[1]
Mata
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam mempunyai fungsi yang dapat
menjelaskan ketercapaian yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang diterapkan di madrasah. Fungsi dasar mata pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam meliputi:
1) Fungsi edukatif
Sejarah
menegaskan kepada peserta didik tentang keharusan menegakkan nilai,
prinsip, sikap hidup yang luhur dan islami dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari.
2) Fungsi keilmuan
Melalui sejarah peserta didik memperoleh pengetahuan yang memadai tentang masa lalu Islam dan kebudayaannya.
3) Fungsi transformasi
Sejarah merupakan salah satu sumber yang sangat penting dalam merancang transformasi masyarakat.[2]
Mata pelajaran Sejarah kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah memiliki tujuan sebagai berikut:
1) Memberikan
pengetahuan tentang Sejarah Agama Islam dan Kebudayaan Islam pada masa
Nabi Muhammad saw. Dan khulafaur Rasyidin kepada peserta didik, agar ia
memiliki konsep yang obyektif dan sistematis dalam perspektif histories.
2) Mengambil hikmah, nilai dan makna yang terdapat dalam sejarah.
3) Menanamkan
penghayatan dan kemauan yang kuat untuk mengamalkan akhlak yang baik
dan menjauhi akhlak yang buruk, berdasarkan cermatnya atas fakta sejarah
yang ada.
4) Membekali
peserta didik untuk membentuk kepribadiannya berdasarkan tokoh-tokoh
teladan sehingga terbentuk kepribadian yang luhur.[3]
Oleh karena itu, dalam setiap usaha untuk memahami
hakekat dalam hal-hal terkait dengan pendidikan hendaklah terlebih
dahulu di maknai apa yang di maksud dengan pembelajran. Karena tanpa memahami hakekat pembelajaran, maka suatu kegiatan pendidikan akan menemukan kebutuhan pada dimensi praktek.
Pemahaman yang benar terhadap hakekat pembelajaran
dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan.
Kekeliruan dalam menafsirkan dan mempersepsikan hakekat belajar dapat
mengakibatkan terjadinya kesalahan dan proses pembelajaran yang pada
akhirnya sangat mempengaruhi mutu dan hasil pembelajaran.[4]
Menurut pengertian ini, pembelajaran adalah merupakan suatu proses,
suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Pembelajaran bukan
hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami.
Hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan. Pengertian ini sangat
berbeda engan pengertian yang lain tetang pembelajaran, yang menyatakan
bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, pembelajaran adalah latihan
pembentukan kebiasaan secara otomatis dan seterusnya.[5]
Secara implisit, di dalam pembelajaran, ada kegiatan memilih, menetapkan
dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan.[6]
Pada konteks ini, pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk
mencapai tujuan dan berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasikan
isi pembelajaran, menyampaikan isi pembelajaran dan mengelola
pembelajaran.
Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu di ciptakan adanya sistem
lingkungan (kondisi) belajar yang kondusif. Hal ini akan lebih berkaitan
dengan mengajar. Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan
sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran. Sistem
lingkungan belajar ini sendiri di pengaruhi oleh berbagai komponen yang
masing-masing akan saling mempengaruhi. Komponen-komponen itu misalnya
tujuan pembelajaran yan ingin di capai, materi yang ingin diajarkan,
guru dan siswa yang memainkan peranan serta dalam hubungan sosial
tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana belajar mengajar
yang tersedia.
2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SKI
Salah satu isi kurikulum yang diajarkan di Madrasah Aliyah adalah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Diantara standar kompetensi (SK) pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) adalah mengambil manfaat dari sejarah perkembangan kebudayaan Islam (sejarah Islam) dalam kehidupan sehari-hari. [7]
McAshan, sebagaimana dikutip oleh Sanjaya, memberikan definisi kompetensi sebagai :
“…A knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person
achieves, which became part of his or her being to the exent her or she
can satisfatorily perform particular cognitive, afective and psychomotor
behaviors.”[8]
Kompetensi dalam pengertian ini adalah suatu pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang yang telah
menjadi bagian
dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif dan
psikomotoriknya. Dari pemahaman ini maka kompetensi harus di dukung oleh
pengetahuan, sikap dan apresiasi, tanpa pengetahuan dan sikap mustahil
lahir suatu kompetensi.
Acuan
yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran dan memantau
perkembangan mutu pendidikan adalah standar kompetensi. Standar
kompetensi dapat didefinisikan sebagai seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik serta tingkat
penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu mata
pelajaran.
Standar
Kompetensi mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah
berisi mata pelajaran yang harus dikuasai peserta didik. Kemampuan ini berorientasi
pada perilaku aspek afektif , peserta didik memiliki: keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWt. Sesuai ajaran Agama Islam yang tercermin
dalam perilaku sehari-hari memiliki nilai-nilai demokrasi, toleransi,
dan humaniora, serta menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara baik lingkup nasional maupun global. Berkenaan
dengan aspek kognitif, menguasai ilmu, teknologi, dan kemampuan akademik
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berkenaan
dengan aspek psikomotorik, memiliki keterampilan berkomunikasi,
kecakapan hidup, mampu beradaptasi dengan perkembangan lingkungan
sosial, budaya dan lingkungan alam baik lokal, regional, maupun global,
memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang bermanfaat untuk melaksanakan
tugas / kegiatan sehari-hari.
Standar
kompetensi mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam juga mengacu pada
struktur keilmuan mata pelajaran Sejarah kebudayaan Islam. Berdasarkan
pokok-pokok pikiran tersebut, standar kompetensi mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan
membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan, dan menggunakan
informasi tentang sjarah pembentukan dinasti Umayah, biografi dan
kebijakan khalifah-khalifah dinasti Umayah (Muawiyah bin Abi Sofyan,
Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Azis dan
Hisyam bin Abdul Malik), kemajuan dinasti Umayah (bidang politik dan
militer).
2) Kemampuan
membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan, dan menggunakan
informasi tentang kemajuan dinasti Umayah bidang (ilmu agama islam) dan
mengkaji sebab-sebab keruntuhannya, sejarah terbentuknya dinasti
Abbasiyah, geografi dan kebijakan khalifah-khalifah Abbasiyah, geografi
dan kebijakan khalifah-khalifah Abbasiyah yang terkenal (Abu Ja’far al Mansur, Harun al Rasyid dan Abdullah al Makmun), kemajuan dinasti Abbasiyah (bidang sosial budaya, politik dan militer).
3) Kemampuan
membiasakan diri untuk mencari, menyerap, menyampaikan dan menggunakan
informasi tentang kemajuan-kemajuan dinasti Abbasiyah (bidang ilmu
pengetahuan dan bidang ilmu agama islam), dan mengkaji sebab-sebab
keruntuhannya serta kemajuan-kemajuan dinasti Al Ayubiyah.[9]
3. Model, Pendekatan, Strategi, Metode SKI
Sejarah
Kebudayaan Islam secara substansial memberikan motivasi kepada peserta
didik untuk memperaktekan nilai-nilai keyakinan keagamaan (tauhid) dan
akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Kenyataannya,
setelah ditelusuri, pendidikan Sejarah Kebudayaan Islam menghadapi
beberapa kendala, antara lain: waktu yang disediakan terbatas sedangkan
materi begitu padat dan memang penting, yakni menuntut pemantapan
pengetahuan hingga terbentuk watak dan kepribadian yang berbeda jauh dengan tuntunan terhadap mata pelajaran lainnya. Kelemahan
lain, materi Sejarah Kebudayaan Islam, lebih terfokus pada pengayaan
pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif).
Dalam implementasinya juga lebih didominasi pencapaian kemampuan
kognitif, kurang mengakomodasikan kebutuhan afektif.[10]
Kendala
lain adalah lemahnya sumber daya guru Sejarah Kebudayaan Islam dalam
pengembangan pendekatan, metode yang lebih variatif serta dalam
mengusahakan media yang digunakan untuk mengefektifkan kegiatan belajar
mengajar (KBM) dan minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan
bagi guru Sejarah Kebudayaan Islam. Padahal guru Sejarah Kebudayaan
Islam merupakan tenaga kependidikan dan salah satu komponen dalam
kegiatan belajar mengajar (KBM) yang mempunyai kedudukan strategis dan
menentukan keberhasilan pembelajaran di sekolah. Untuk
itu, guru Sejarah Kebudayaan Islam harus senantiasa meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya agar dapat mengelola kegiatan
pembelajaran secar efektif dan efisien.
Strategi pembelajaran SKI baru
dapat berlangsung secara efektif dan efisien, jika Guru harus dapat
mengetahui keadaan yang tepat untuk memulai proses belajar mengajar.
Keadaan siswa yang memiliki konsentrasi atau perhatian yang penuh tentu
akan dapat dengan mudah menerima pelajaran yang diberikan kepadanya.
Siswa yang memiliki konsentrasi penuh akan belajar lebih cepat dan lebih mudah. Selain itu, mereka mengingat informasi lebih lama.
4. Pendekatan Pembelajaran dan penilaian dalam Pembelajaran SKI
Pendekatam terpadu dalam Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam meliputi:
a) Keimanan, memberikan
peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan pemahaman adanya tuhan
sebagai sumber kehidupan makhluk hidup di jagat raya ini
b) Pengalaman, memberikan
peluang kepada peserta didik untuk mepraktekkan dan merasakan
hasil-hasil pengamalan ibadah dan akhlak dalam menghadapi tugas-tugas
dan masalah kehidupan
c) Pembiasaan, memberikan
peluang kepada peserta didik untuk membiasakan sikap dan perilaku baik
yang sesuai dengan ajaran islam dan budaya bangsa dalam menghadapi
kehidupan
d) Rasional, usaha
memberikan peranan rasio (akal) siswa dalam memahami dan membedakan
berbagai bahan dalam standar materi serta kaitannya dengan perilaku yang
baik dan buruk dalam kehidupan duniawi
e) Emosional, upaya menggugah perasaan (emosi) siswa dalam menghayatiperilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa
f) Fungsional, menyajikan
bentuk semua standar materi (Al-qur’an, Hadist, Keimanan, Akhlak,
Fiqih, Tarikh), dari segi manfaatnya bagi siswa dalam kehidupan
sehari-hari dalam arti luas
g) Keteladanan, yaitu
menjadikan fitur guru agama dan nonagama serta petugas madrasah lainya
maupun orang tua siswa, sebagai cermin manusia berkepribadian agama.[1]
[1] Departemen Pendidikan Agama RI, Pedoman Khusus Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Departemen Pendidikan Agama RI, 2004), h 7
[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 Kerangka Dasar, (Jakarta: Departemen Pendidikan nasional, 2004), h. 68
[2] Departemen Pendidikan Agama RI, Pedoman Khusus Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Departemen Pendidikan Agama RI, 2004), h 2
[3] Ibid, h 3
[4] Ibid; h 18
[6] M. Sobry Sutikno, Pembelajaran Efektif; Apa dan Bagaimana Mengupayakannya, (Mataram: NTP Press, 2005) h. 28
[8] Dr. Wina Sanjaya, M.Pd., Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Prenada Media, 2005) h. 6
0 komentar:
Posting Komentar